Oleh ZAINAL ARIFIN MOCHTAR
[Resume tulisan Zainal Arifin Muchtar pada kolom e-paper Kompas terbitan 28 september 2011 ]
K
|
ita semua sadar
bahwa jalannya roda pemerintahan di negeri ini memang masih tersendat. Tentu
saja roda itu tetap berjalan, tetapi perlahan dan masih jauh dari harapan
sebuah pemerintahan yang benar-benar mampu memajukan kesejahteraan umum dan
kecerdasan bangsa. Pemerintahan efektif
mengurus warganya, bukan pemerintahan yang membuat warganya ribut dan
ribet akibat korupsi dan mafia peradilan yang dijalankan oleh aktor-aktor
berwajah negara.
Hal inilah yang
paling tidak ikut melatari berbagai isu tentang kemungkinan Presiden SBY merombak kabinetnya. Isu ini sudah berkali-kali
terdengar, tetapi selalu terhambat. Koalisi dan
berbagai alasan selalu menjadi catatan penghalang terbesar. Ketakutan
atas rusaknya koalisi yang dibumbui dengan berbagai pandangan teoretik tentang
pentingnya koalisi dalam sistem pemerintahan Presidensial, melegitamasi
kegagalan dengan pengambilan keputusan perombakan kabinet.
TIPUAN KOALISI
Tidak pas ketika
mendudukan koalisi dalam konteks perombakan kabinet dan kepentingan masyarakat.
Secara teoretik
memang besar potensinya, tetapi pada
praktik di negeri ini, persoalannya bukan semata pada hal tersebut. Jika orang
yang sudah berperilaku baik dan berjuang unyuk negara ini, tetapi sayangnya partai-partai
lainlah yang serakah dan memaksa Presiden kearah tidak bisa menjalankan apa
ayang diinginkan.
Faktanya,
partailah yang merecoki dan membunuh perbaikan negara ini dan itu dibiarkan
oleh presiden. Karena Presiden SBY jauh lebih memikirkan kursinya sebagai
Presiden dibandingkan dengan mengambil langkah luar biasa memihak rakyat meski
berpotensi melawan partai politik, yang terjadi justru Presiden lebih banyak
berpikir pada aspirasi politik dibandingkan dengan aspirasi publik. Maka itu
dipilih berdasarkan aspirasi politik.
Dia [Presiden] telah menjadi pemimpin besar untuk
negara ini terlau kerdil jika kemudian cara berpikirnya hanya untuk kepentigan
partai dan mempertahankan kekuasaan. Sesekali, berpikirlah untuk
kepentingan publik dan nilai yang tentunya jauh lebih penting dibandingkan
dengan menyelamatkan kursi kepresidenan, partai, dan hubungan baik denga koalisinya . bahkan buat keputusan yang
sangat mungkin mengancam keselamatan, tetapi dilakukan dengan penuh pemihakan
kepada rakyat .
BUMBU PENYEDAP
Ketakutan
berhadapan secara langsung dengan partai politik membuat presiden paling tinggi
hanya menjadikannya sebagai bumbu penyedap jika koalisi mulai terasa hambar.
Jika boleh berharap, momentum perombakan kabinet kali ini hendaknya dijadikan
lompatan untuk memperbaiki semua hal dalam konteks pemerintahan untuk
memperbaiki diri, termasuk pengambilan keputusan yang lebih tegas.
Memang butuh Presiden
yang berani tegas, siapapun menterinya, tanpa pedul ia berasal dari partai mana
dan menjadi anggota koalisi atau tidak. Jika itu dilakuakan, harapan akan
kembali hidup di sanubari rakyat. Bertindak cepat, tanggap, dan penuh pemihakan
terhadap agenda perbaikan bangsa, termasuk penegakan hukum dan pemberantasan
korupsi, adalah impian yang perlu disemai.
Sebuah harapan
yang akan mengubah menjadi opitimisme yang kuat. Dan itu diawalai dengan
perombakan kabinet yang tepat, tentu saja dengan pertimbangan demi rakyat, bukan demi partai,
koalisi, apalagi sekadar jadi bumbu penyedap koalisi.
No comments:
Post a Comment